Masjid Agung Demak merupakan masjid tertua di Pulau Jawa, didirikan Wali Sembilan atau Wali Songo. Lokasi Masjid berada di pusat kota Demak. Masjid ini merupakan cikal bakal berdirinya kerajaan Glagahwangi Bintoro Demak. Struktur bangunan masjid mempunyai nilai historis seni bangun arsitektur tradisional khas Indonesia. Wujudnya megah, anggun, indah, karismatik, mempesona dan berwibawa. Kini Masjid Agung Demak difungsikan sebagai tempat peribadahan dan ziarah.
Raden Fattah bersama Wali Songo mendirikan Masjid Maha karya abadi yang karismatik ini dengan memberi prasasti bergambar bulus. Ini merupakan Condro Sengkolo Memet, dengan arti Sariro Sunyi Kiblating Gusti yang bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus terdiri dari kepala yang berarti angka 1 ( satu ), kaki 4 berarti angka 4 ( empat ), badan bulus berarti angka 0 ( nol ), ekor bulus berarti angka 1 ( satu ). Bisa disimpulkan, Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka.
Bangunan sejarah yang berada di Masjid Agung ini diantaranya:
Soko Majapahit , tiang
ini berjumlah delapan buah terletak di serambi masjid. Benda purbakala
hadiah dari Prabu Brawijaya V Raden Kertabumi ini diberikan kepada Raden
Fattah ketika menjadi Adipati Notoprojo di Glagahwangi Bintoro Demak
1475 M.
Pawestren, merupakan
bangunan yang khusus dibuat untuk sholat jama’ah wanita. Dibuat
menggunakan konstruksi kayu jati, dengan bentuk atap limasan berupa
sirap ( genteng dari kayu ) kayu jati. Bangunan ini ditopang 8 tiang
penyangga, di mana 4 diantaranya berhias ukiran motif Majapahit. Luas
lantai yang membujur ke kiblat berukuran 15 x 7,30 m. Pawestren ini
dibuat pada zaman K.R.M.A.Arya Purbaningrat, tercermin dari bentuk dan
motif ukiran Maksurah atau Kholwat yang menerakan tahun 1866 M.
Surya Majapahit,
merupakan gambar hiasan segi 8 yang sangat populer pada masa Majapahit.
Para ahli purbakala menafsirkan gambar ini sebagai lambang Kerajaan
Majapahit. Surya Majapahit di Masjid Agung Demak dibuat pada tahun 1401
tahun Saka, atau 1479 M.
Maksurah, merupakan
artefak bangunan berukir peninggalan masa lampau yang memiliki nilai
estetika unik dan indah. Karya seni ini mendominasi keindahan ruang
dalam masjid. Artefak Maksurah didalamnya berukirkan tulisan arab yang
intinya memulyakan ke-Esa-an Tuhan Allah SWT. Prasasti di dalam Maksurah
menyebut angka tahun 1287 H atau 1866 M, di mana saat itu Adipati Demak
dijabat oleh K.R.M.A. Aryo Purbaningrat.
Pintu Bledheg, pintu
yang konon diyakini mampu menangkal petir ini merupakan ciptaan Ki Ageng
Selo pada zaman Wali. Peninggalan ini merupakan prasasti “Condro
Sengkolo” yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, bermakna tahun 1388 Saka
atau 1466 M, atau 887 H.
Mihrab atau tempat pengimaman,
didalamnya terdapat hiasan gambar bulus yang merupakan prasasti “Condro
Sengkolo”. Prasasti ini memiliki arti“Sariro Sunyi Kiblating Gusti”,
bermakna tahun 1401 Saka atau 1479 M (hasil perumusan Ijtihad). Di depan
Mihrab sebelah kanan terdapat mimbar untuk khotbah. Benda arkeolog ini
dikenal dengan sebutan Dampar Kencono warisan dari Majapahit.
Dampar Kencana, benda
arkeologi ini merupakan peninggalan Majapahit abad XV, sebagai hadiah
untuk Raden Fattah Sultan Demak I dari ayahanda Prabu Brawijaya ke V
Raden Kertabumi. Semenjak tahta Kasultanan Demak dipimpin Raden
Trenggono 1521 – 1560 M, secara universal wilayah Nusantara menyatu dan
masyhur, seolah mengulang kejayaan Patih Gajah Mada.
Soko Tatal / Soko Guru
yang berjumlah 4 ini merupakan tiang utama penyangga kerangka atap
masjid yang bersusun tiga. Masing-masing soko guru memiliki tinggi 1630
cm. Formasi tata letak empat soko guru dipancangkan pada empat penjuru
mata angin. Yang berada di barat laut didirikan Sunan Bonang, di barat
daya karya Sunan Gunung Jati, di bagian tenggara buatan Sunan Ampel, dan
yang berdiri di timur laut karya Sunan Kalijaga Demak. Masyarakat
menamakan tiang buatan Sunan Kalijaga ini sebagai Soko Tatal.
Situs Kolam Wudlu .
Situs ini dibangun mengiringi awal berdirinya Masjid Agung Demak sebagai
tempat untuk berwudlu. Hingga sekarang situs kolam ini masih berada di
tempatnya meskipun sudah tidak dipergunakan lagi.
Menara, bangunan
sebagai tempat adzan ini didirikan dengan konstruksi baja. Pemilihan
konstruksi baja sekaligus menjawab tuntutan modernisasi abad XX.
Pembangunan menara diprakarsai para ulama, seperti KH.Abdurrohman
(Penghulu Masjid Agung Demak), R.Danoewijoto, H.Moh Taslim, H.Aboebakar,
dan H.Moechsin
Sumber : Wisata Panorama